3/20/2014

Akhir-akhir ini, kuliah lagi sibuk-sibuknya, sampai mau nulis blog pun rasanya kayak gak nyaman, karena masih banyak tugas yang saling berkejaran deadline nya. Belum lagi, minggu ini dan minggu depan dihiasi dengan berbagai ujian. Bahkan, minggu depan itu adalah batas pengumpulan topik untuk skripsi. Lengkap sudah semua menambah beban pikiran. Tapi, justru dengan berbagai kesibukan kuliah ini, aku mulai berfikir tentang sesuatu...

Sebagai mahasiswa keperawatan, aku gak cuma kuliah untuk meraih gelar sarjana kemudian kerja, tapi harus ambil program profesi Ners dulu satu tahun. Semacam belajar langsung di rumah sakit, sebelum jadi perawat beneran. Sekarang kakak tingkat setingkat di atasku sudah mulai pamer foto-foto di social media, dengan berbagai pose berseragam putih-putih di rumah sakit. Itu tandanya tepat setahun lagi aku yang akan di posisi mereka. Belajar jadi perawat yang sesungguhnya, bukan lagi menganalisa kasus fiktif dan membuat laporan untuk dikumpulkan ke dosen, tapi sudah harus menganalisa kasus sesungguhnya di depan mata. Bukan lagi melakukan prosedur pada phantom alias manekin, tapi langsung pada manusia. Siap kah aku? Yakin kah aku bisa?



Bahkan bisa-bisanya terlintas di fikiranku, apa benar kau mau jadi perawat? Kuliah selama itu, sesusah itu, tapi tetap saja pekerjaanmu gak akan jauh-jauh dari 3B, Beser, Berak, Borok, alias BAK, BAB, dan  luka. Perkerjaanmu gak akan jauh-jauh dari melayani kebutuhan dasar pasien-pasienmu yang tidak berdaya. Kamu mau? Pekerjaan ini adalah pekerjaan mulia yang diremehkan banyak orang. Tak jarang orang akan menganggapmu cuma pembantu nya dokter. Kamu mau? Belum lagi, perawat tak punya undang-undang, tak punya payung hukum, untuk mengesahkan RUUK saja, negeri ini rasanya terlalu berbelit-belit. Kamu mau jadi perawat?

Semua ini berawal dari sejak aku masih kecil. Cita-citaku sih sebenernya banyak, tapi yang paling utama, pengen jadi dokter. SMP, pikiran labil abege membuatku memikirkan berbagai profesi unik dan keren untuk masa depan nanti. Pengen jadi fotografer lah, pelukis lah, penulis novel terkenal lah, sutradara lah... Hingga kelas 2 SMA pun rasanya belum terfikir mau kuliah di jurusan apa. Tapi rupanya ibuku sudah punya pilihan, katanya kerja yang mudah dicari dan gak ada matinya itu di bidang pendidikan dan kesehatan. Berhubung aku gak suka ngajar, jadi aku pilihlah yang kesehatan. Tapi waktu itu aku sudah gak berminat jadi dokter lagi. Aku bingung waktu itu milih jurusan perawat, gizi, atau farmasi ya? Tapi setelah diskusi panjang lebar sama orang tua, akhirnya kita milih perawat. Dan aku pun meyakinkan diriku untuk jadi perawat, dan belajar semaksimal mungkin agar bisa diterima lewat jalur SNMPTN.

Masih ingat, betapa girangnya aku saat aku tau aku lulus SNMPTN, dan masuk UB. Betapa bangganya aku daftar ulang sebagai mahasiswa keperawatan. Betapa semangatnya aku mengikuti rangkaian kegiatan ospek di Fakultas Kedokteran, yang mempunyai 6 jurusan itu. Waktu itu aku sangat bangga, aku bilang aku anak jurusan Ilmu Keperawatan. Bangga sekali.

Tapi kenapa semakin jauh, aku malah semakin takut. Aku takut aku tidak mampu melakukan pekerjaan ini. Aku takut tidak bisa bertahan di sini. Aku takut ini bukan duniaku, bukan passionku. Apalagi, rasanya sulit sekali menerima materi-materi perkuliahan. Aku merasa kalah dibanding teman-temanku yang menurutku banyak sekali yang hebat, menguasai materi dengan mudahnya. Mampu memutuskan diagnosa dan intervensi dengan cepat dan tepat. Aku bisa apa? Aku belum bisa. Aku masih perlu banyak belajar. Jadi apa aku siap kalau tahun depan aku sudah harus di rumah sakit bertemu pasien-pasien itu? Aku takut.

Yang semakin membuatku takut, aku tidak mau orang-orang meremehkan pekerjaanku. Karena aku sudah capek menanggapi berbagai keluarga ku yang menyayangkan kenapa kok aku malah masuk keperawatan, padahal harusnya kan aku bisa masuk kedokteran? Aku maunya orang-orang itu tau kalau sekarang ini perawat itu sudah sama tingkatnya dengan dokter. Dan untuk itu, orang-orang gak boleh lihat perawat hanya nurut perintah dokter. Perawat kan harusnya berdiskusi, berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, bukan cuma jadi pembantu yang nurut aja. Itu gunanya kita sekolah tinggi-tinggi, susah pula. Tapi......... Apa aku bisa seperti itu? Aku takut...

Proses belajar itu memang tidak ada yang mudah. Semua hal butuh pengorbanan dan kerja keras. Aku tau aku masih punya banyak waktu untuk memperbaiki diriku, memantaskan diriku menjadi seorang perawat yang sesungguhnya. Menghadapi rasa takutku, dan menantangnya untuk pergi dari pikiranku. Aku tau aku bisa. Aku yakin. Dan aku harus bisa. Amin.

Manusia bisa berencana, tapi tetep saja rencana Allah, adalah sebaik-baiknya rencana.

3 komentar:

  1. Hai ..Tulisan yang menarik :)
    Yuk gabung di Tanyain.com
    Disana kamu bisa buat tulisan yang menarik dan juga promosi blog kamu
    Selain itu, kamu juga bisa bebas berinteraksi dengan sesama pengguna layaknya di jejaring sosial :)

    BalasHapus
  2. Kak Uzzy apa kabar ? Masih inget aku gakkk hehehehe
    Semangattt yaaaa kak! :D

    Firmoo x Amortentia Spring Giveaway
    http://febiola-febby.blogspot.com/2014/03/firmoo-x-amortentia-spring-giveaway_27.html

    BalasHapus

terima kasih banyak sudah baca dan berkomentar dengan sopan :)