Sang pria berusaha untuk mengejar,
tapi wanita di sampingnya menahannya. Kemudian semua gelap.
Aku
ingin keluar dari mimpi ini, tapi ternyata aku tidak bisa. Aku kemudian berada
di sebuah ruangan yang familiar. Kamar ini, kamar hotel yang aku dan keluargaku
tempati. Kamar 1814, tepatnya di kamar utama yang ditempati ayah ibuku. Aku
yakin akan hal itu. Ada dua wanita itu lagi, wanita yang sama dengan yang di
mimpiku sebelumnya. Aku baru menyadari sesuatu, wajah mereka ternyata begitu
mirip. Mungkin mereka masih bersaudara. Bedanya, wanita yang dulu bercumbu di
kasur itu memiliki tahi lalat, sedangkan wanita satunya lebih cantik dan tidak
memiliki tahi lalat.
Saat itu mereka
sedang bertengkar hebat, aku tidak bisa mendengar apapun yang mereka katakan,
padahal sepertinya mereka berteriak. Wanita yang lebih cantik itu mengacun gkan
pisau ke arah wanita bertahi lalat. Oh,
tidak. Wanita bertahi lalat meronta dan memohon, tapi nampaknya wanita
cantik itu tidak peduli padanya. Pisau pun tak terelakkan menancap di perut
wanita bertahi lalat. Darah mengalir dari perutnya, aku mengalihkan pandangan.
Lambat laun nyawa wanita itu melayang. Kemudian wanita yang membunuhnya pun
menangis. Dia pergi keluar kamar, menuju kamar keempat. Aku mengikutinya. Di
sana, dia mengobrak-abrik lemari dan mengambill sebuah foto. Foto pria yang
waktu itu tidur dengan wanita yang dibunuhnya. Dia menyentuhkan jari ke atas
foto itu, seakan membelainya. Dengan terlihat penuh cinta, wanita itu mengecup
foto itu. Kemudian dia mengambil foto lainya, fotonya dan wanita bertahi lalat
tadi. Tuh kan, mereka bersaudara sepertnya. Wanita itu membelai foto itu juga.
Wanita itu
masih terus menangis dan terus manatap pisau di tangan. Oh, jangan. Jangan bunuh diri. Tapi pada nyatanya memang dengan penuh
keraguan wanita itu mengiris pembuluh nadinya. Wanita it uterus menangis hingga
air matanya tidak keluar lagi. Mati. Segalanya menggelap kembali setelah itu.
Lalu aku
terbangun. Aku masih belum bisa memahami mengapa aku bermimpi demikian.
Sepertinya, aku kebanyakan berfikir yang enggak-enggak tentang hotel ini
kemarin, jadi sampai terbawa mimpi. Seram pula. Aku bangun dan menuju kamar ibu
untuk mandi. Ternyata, kamar nomor empat kosong. Anak-anak yang tidur di situ
pindah ke kamar ayah ibunya di nomor tiga. Yah, mungkin mereka gak berani tidur
sendiri, atau memang kamar itu lebih seram lagi. Aku jadi teringat mimpiku,
tapi itu kan cuma mimpi.
Sesampai di
kamar ibu, aku mengantri mandi. Ibu bilang kalau kasur di kamarnya juga dimakan
rayap. Wah, pelayanan hotel ini ternyata payah juga. Selain itu, ibu juga
bilang kalau closet di kamar mandi gak bisa dipake, mampet katanya. Semakin
jelas sudah kalau kamar ini jarang dipakai. Setelah mandi dan siap-siap
meninggalkan hotel, aku sekali lagi menatap kamar utama ini. Di kamar ini, di
dalam mimpiku aku melihat wanita bertahi lalat sedang bercumbu bersama seorang
pria. Di kamar ini, aku melihat seorang wanita yang membunuh mungkin saudaranya
sendiri dan mungkin hanya karena cemburu. Aku baru sadar mimpiku kemarin itu
sinetron banget. Pasti aku juga kebanyakan nonton sinetron nih.
Setelah semua
sudah siap, kami keluar dari kamar menuju lift. Aku lega karena bisa keluar
dari kamar itu. Kok bisa-bisanya ya kemarin aku berfikir sayang banget tinggal
di sini cuma sehari. Di pagi hari, tangga darurat itu tetap saja terlihat seram
walaupun lebih terang. Nampak seperti jarang sekali ada yang menaikinya.
Kemudian, akupun menuju bus untuk pulang.
***
Masih
belum lama dari waktu aku ke Jogja, aku bercerita dan mengenang dengan
keluargaku tentang liburan kita. Kemudian, ibuku mengatakan bahwa sebenarnya di
hotel itu memang banyak penunggunya. Ibuku juga merasa bersalah karena
menyuruhku ke dapur waktu itu. Tuh kan.
Tapi yang paling membuatku takut adalah, ibuku juga bilang di sana ada dua
wanita. Wanita yang pertama ada di kamar utama, dan ibu tidak bisa tidur
semalamam waktu itu karena wanita it uterus saja melihati ibuku. Dia bahkan
juga muncul di kamar mandi waktu ibuku mandi. Kemudian, wanita yang satunya
memiliki wajah seram katanya, dan tinggal di kamar keempat. Aku tidak tau
kenapa rasanya semua ini berhubungan dengan mimpiku waktu itu. Aku berusaha
untuk tidak memikirkan itu walau nyatanya aku tetap memikirkan itu. Mungkin ini
kisah nyata, atau hanya imajinasi liarku. Tapi, semua ini menjelaskan bahwa
perasaanku yang gak enak selama di hotel itu memang benar, bukan hanya
perasaanku saja.
TAMAT.
0 komentar:
Posting Komentar
terima kasih banyak sudah baca dan berkomentar dengan sopan :)