7/31/2014



Sang pria berusaha untuk mengejar, tapi wanita di sampingnya menahannya. Kemudian semua gelap.
            Aku ingin keluar dari mimpi ini, tapi ternyata aku tidak bisa. Aku kemudian berada di sebuah ruangan yang familiar. Kamar ini, kamar hotel yang aku dan keluargaku tempati. Kamar 1814, tepatnya di kamar utama yang ditempati ayah ibuku. Aku yakin akan hal itu. Ada dua wanita itu lagi, wanita yang sama dengan yang di mimpiku sebelumnya. Aku baru menyadari sesuatu, wajah mereka ternyata begitu mirip. Mungkin mereka masih bersaudara. Bedanya, wanita yang dulu bercumbu di kasur itu memiliki tahi lalat, sedangkan wanita satunya lebih cantik dan tidak memiliki tahi lalat.
Saat itu mereka sedang bertengkar hebat, aku tidak bisa mendengar apapun yang mereka katakan, padahal sepertinya mereka berteriak. Wanita yang lebih cantik itu mengacun gkan pisau ke arah wanita bertahi lalat. Oh, tidak. Wanita bertahi lalat meronta dan memohon, tapi nampaknya wanita cantik itu tidak peduli padanya. Pisau pun tak terelakkan menancap di perut wanita bertahi lalat. Darah mengalir dari perutnya, aku mengalihkan pandangan. Lambat laun nyawa wanita itu melayang. Kemudian wanita yang membunuhnya pun menangis. Dia pergi keluar kamar, menuju kamar keempat. Aku mengikutinya. Di sana, dia mengobrak-abrik lemari dan mengambill sebuah foto. Foto pria yang waktu itu tidur dengan wanita yang dibunuhnya. Dia menyentuhkan jari ke atas foto itu, seakan membelainya. Dengan terlihat penuh cinta, wanita itu mengecup foto itu. Kemudian dia mengambil foto lainya, fotonya dan wanita bertahi lalat tadi. Tuh kan, mereka bersaudara sepertnya. Wanita itu membelai foto itu juga.
Wanita itu masih terus menangis dan terus manatap pisau di tangan. Oh, jangan. Jangan bunuh diri. Tapi pada nyatanya memang dengan penuh keraguan wanita itu mengiris pembuluh nadinya. Wanita it uterus menangis hingga air matanya tidak keluar lagi. Mati. Segalanya menggelap kembali setelah itu.
Lalu aku terbangun. Aku masih belum bisa memahami mengapa aku bermimpi demikian. Sepertinya, aku kebanyakan berfikir yang enggak-enggak tentang hotel ini kemarin, jadi sampai terbawa mimpi. Seram pula. Aku bangun dan menuju kamar ibu untuk mandi. Ternyata, kamar nomor empat kosong. Anak-anak yang tidur di situ pindah ke kamar ayah ibunya di nomor tiga. Yah, mungkin mereka gak berani tidur sendiri, atau memang kamar itu lebih seram lagi. Aku jadi teringat mimpiku, tapi itu kan cuma mimpi.
Sesampai di kamar ibu, aku mengantri mandi. Ibu bilang kalau kasur di kamarnya juga dimakan rayap. Wah, pelayanan hotel ini ternyata payah juga. Selain itu, ibu juga bilang kalau closet di kamar mandi gak bisa dipake, mampet katanya. Semakin jelas sudah kalau kamar ini jarang dipakai. Setelah mandi dan siap-siap meninggalkan hotel, aku sekali lagi menatap kamar utama ini. Di kamar ini, di dalam mimpiku aku melihat wanita bertahi lalat sedang bercumbu bersama seorang pria. Di kamar ini, aku melihat seorang wanita yang membunuh mungkin saudaranya sendiri dan mungkin hanya karena cemburu. Aku baru sadar mimpiku kemarin itu sinetron banget. Pasti aku juga kebanyakan nonton sinetron nih.
Setelah semua sudah siap, kami keluar dari kamar menuju lift. Aku lega karena bisa keluar dari kamar itu. Kok bisa-bisanya ya kemarin aku berfikir sayang banget tinggal di sini cuma sehari. Di pagi hari, tangga darurat itu tetap saja terlihat seram walaupun lebih terang. Nampak seperti jarang sekali ada yang menaikinya. Kemudian, akupun menuju bus untuk pulang.
***
            Masih belum lama dari waktu aku ke Jogja, aku bercerita dan mengenang dengan keluargaku tentang liburan kita. Kemudian, ibuku mengatakan bahwa sebenarnya di hotel itu memang banyak penunggunya. Ibuku juga merasa bersalah karena menyuruhku ke dapur waktu itu. Tuh kan. Tapi yang paling membuatku takut adalah, ibuku juga bilang di sana ada dua wanita. Wanita yang pertama ada di kamar utama, dan ibu tidak bisa tidur semalamam waktu itu karena wanita it uterus saja melihati ibuku. Dia bahkan juga muncul di kamar mandi waktu ibuku mandi. Kemudian, wanita yang satunya memiliki wajah seram katanya, dan tinggal di kamar keempat. Aku tidak tau kenapa rasanya semua ini berhubungan dengan mimpiku waktu itu. Aku berusaha untuk tidak memikirkan itu walau nyatanya aku tetap memikirkan itu. Mungkin ini kisah nyata, atau hanya imajinasi liarku. Tapi, semua ini menjelaskan bahwa perasaanku yang gak enak selama di hotel itu memang benar, bukan hanya perasaanku saja.
TAMAT.

0 komentar:

Posting Komentar

terima kasih banyak sudah baca dan berkomentar dengan sopan :)